TOKOH-TOKOH MUHAMMADIYAH
1. KH. AHMAD DAHLAN
PENDIRI PERSYARIKATAN
MUHAMMADIYAH
Ahmad Dahlan yang waktu
mudanya bernama Muhammad Darwis, lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 di Kampung
Kauman Yogyakarta. Ayahnya seorang alim bernama Kyai Haji Abubakar bin Kyai
Haji Sulaiman, pejabat Khatib di masjid besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya
adalah putri Haji Ibrahim bin Kyai Haji Hassan, pejabat penghulu kesultanan. Ahmad
Dahlan tidak mengenyam pendidikan formal, sebab orang-orang Islam melarang
anaknya masuk sekolah Gubernemen Belanda. Ia didik Ayahnya sendiri selanjutnya
mengaji Bahasa Arab, Tafsir, Hadits dan Fiqih kepada Ulama-ulama di Yogyakarta.
Dua kali di Makkah
belajar pada Syekh Ahmad Chatib, belajar Ilmu Tahuhid, Fiqih, Tasawuf, Falah
dan yang menarik hatinya adalah Tafsir Al-Manar karya Muh. Abduh. Keprihatinan
Ahmad Dahlan melihat pengalaman Islam di Indonesia sehingga ia bertekad untuk
bekerja keras mengembalikan Islam sebagaimana landasan aslinya yaitu Al Qur’an
dan Al Hadits. Hal in nampak seperti apa yang dikatakannya : Saya mesti bekerja
keras, untuk meletakkan batu pertama daripada amal yang besar ini. Kalau
sekiranya saya lambatkan atau saya hentikan lantaran sakitku ini maka tidak ada
orang yang sanggup meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa bahwa umur saya
tidak akan lama lagi. Maka jika saya sedikit itu, mudahlah yang dibelakang
nanti untuk meyempurnakannya.
Untuk mewujudkan
cita-citanya KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah pada tanggal
18 Nopember 1912. Kerja keras KH. Ahmad Dahlan mendapat pengakuan Pemerintah RI
sebagaimana tertera dalam Surat Keputusan Presiden No. 657 Tahun 1961
menetapkan KHA. Dahlan sebagai Pahlawan Nasional, Dasar dan Penetapan ini
adalah :
1. KH. Ahmad Dahlan
telah memelopori kebangunan Umat Islam Indonesia untuk menyadari nasibnya
sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan Organisasi
Muhammadiyah yang didirikannya telah memberikan ajaran Islam yang murni kepada
bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan dan beramal bagi
masyarakat dan umat dengan dasar iman dan islam.
3. Dengan Organisasinya
Muhammadiyah telah memelopori amal-amal sosial dan pendidikan yang amat
diperlukan bagi kebangunan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4. Dengan Organisasinya
Muhammadiyah bagian wanita telah memelopori kebangunan wanita bangsa Indonesia
untuk mengecap pendidikan dan sosial.
KH Ahmad Dahlan Wafat
pada tanggal 23 Pebruari 1923 M dan Sebelum wafat Beliau berpesan kepada kita :
“ AKU TITIPKAN
MUHAMMADIYAH KEPADAMU”.
2. K.H. IBRAHIM
PERIODE : 1923 – 1934
KH. Ibrahim dilahirkan
di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1874, Ia adalah putra dari KH.
Fadlil Rachmaningrat, seorang penghulu Hakim Negeri Kesultanan Yogyakarta pada
Zaman Sultan Hamengkubuwono ke VII, dan ia merupakan adik kandung Nyai Ahmad
Dahlan. Ngaji Al Qur’an sejak usia 5 tahun. Pada usia 17 tahun ke Makkah
menunaikan ibadah haji dan selanjutnya menuntut ilmu selama kurang lebih 8
tahun. Sepulang dari Mekkah dikenal sebagai ulama besar yang cerdas.
Bulan Maret 1923 kala
Rapat Tahunan (Kongres), KH. Ibrahim dipilih dipilih sebagai pengganti Bapak
KH. Ahmad Dahlan dan selanjutnya kali berturut-turut Rapat Tahunan (Kongres)
memilih beliau. Selama kepemimpinan beliau Muhammadiyah berkembang pesat ke
seluruh Indonesia terutama di bidang Pendidikan dan pada awal tahun 1934 di
usia ke 46 tahun beliau wafat.
3. K.H. HISYAM
PERIODE 1934-1936
KH. Hisyam lahir di
kampung Kauman Yogyakarta tanggal 10 Nopember 1883 dan wafat pada tanggal 20
Mei 1945. Ia memipin Muhammadiyah selama tiga periode yaitu hasil Kongres
Muhammadiyah ke 23 di Yogyakarta, Kongres ke 24 di Banjarmasin dan Kongres ke
25 di Batavia (Jakarta) pada tahun 1936. Yang paling menonjol pada diri nHisyam
adalah ketertiban administrasi dan manajemen organisasi pada zamannya. Pada
periode kepemimpinannya, titik perhatian Muahammadiyah lebih banyak diarahkan
pada masalah pendidikan dan pengajaran, baik pendidikan agama maupun pendidikan
umum.
Pada periode Hisyam
Muhammadiyah sudah memiliki 103 Volkschool, 47 Standaardschool, 69 Hollands
Inlandse School (HIS), dan 25 Schakelschool, sekolah-sekolah Muhammadiyah saat
itu merupakan salah satu pendidikan yang didirikan pribumi yang dapat menyamai
kemajuan pendidikan sekolah-sekolah Belanda, sekolah-sekolah Katolik dan
sekolah-sekolah Protestan.
4. K.H. MAS MANSUR
PERIODE 1937-1942
Mas Mansur lahir pada
hari Kamis tanggal 25 Juni 1896 di Surabaya, Ibunya bernama Raudhah seorang
wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya.
Ayahnya bernama KH Mas Ahmad Marzuqi, seorang pioneer Islam, ahli Agama yang
terkenal di Jawa Timur yang berasal dari keturunan Bangsawan Astatinggi Sumenep
Madura dan dikenal sebagai Imam tetap dan Khotib Masjid Agung Ampel Surabaya. Sejak
kecil KH. Mas Mansur belajar di Pesantren Sidoresmo. Tahun 1906 pada usia 10
tahun dikirim ayahnya ke Pesantren Demangan Bangkalan Madura, dua tahun
kemudian dia dikirim ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji dan belajar agama
selama lebih kurang 4 (empat) tahun. Kemudian dia meneruskan pendidikan di
Mesir dan sebelum kembali di Indonesia pada tahun 1915 dia singgah ke Makkah
selama 1 tahun. Tahun 1921 Mas Mansur masuk Organisasi Muhammadiyah. Tahap demi
tahap dilalui dengan mantap. Setelah menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah
Surabaya, kemudian menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah JATIM. Kehadiran Mas
Mansur membawa angin segar di tubuh Muhammadiyah yang pada saat itu kaum muda
Muhammadiyah menghendaki perubahan di kepengurusan Muhammadiyah yang didominasi
kaum tua. Kongres Muhammadiyah ke 26 di Yogyakarta tahun 1937 telah menetapkan
KH. Mas Mansur sebagai ketua PB. Muhammadiyah.
Kecintaan pada tanah
air tercermin di lembaga-lembaga yang didirikan antara lain : Nadhlatul Al
Wathan, Khitab Al Wathan, Ahl Al Wathan, Faru’ Al Wathan dan Hidayah Al Wathan.
Tokoh Nasional yang terkenal yaitu empat serangkai mereka adalah : Ir.
Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mas Mansur. Di tengah
pecahnya perang kemerdekaan yang berkecamuk itulah, Mas Mansur meninggal di
tahanan pada tanggal 25 April 1946. jenazahnya dimakamkan di Gipo Surabaya.
Atas jasa-jasanya, oleh Pemerintah Republik Indonesia ia diangkat sebagai
Pahlawan Naional bersama teman seperjuangannya, yaitu KH. Fakhruddin.
5. KI BAGUS HADIKUSUMO
PERIODE 1942-1953
Dilahirkan di kampung
Kauman Yogyakarta dengan nama R. Hidayat pada 11 Rabi’ul Akhir 1038 Hijriyah.
Sekolahnya tidak lebih dari sekolah rakyat (sekarang SD) ditambah mengaji dan
besar di Pesantren. Tetapi berkat kerajinan dan ketekunan mempelajari
kitab-kitab terkenal akhirnya menjadi orang alim, muballigh dan pemimpin
Muhammadiyah yang besar andilnya dalam penyusunan Muqaddimah UUD 1945. Yaitu
pokok-pokok pikirannya dengan memberikan landasan Ketuhanan, Kemanusiaan,
Keberadaban dan Keadilan. Ki Bagus juga sangat produktif untuk menuliskan buah
pikirannya. Buku karyanya antara lain Islam sebagai Dasar Negara dan Akhlak
Pemimpin, Risalah Katresnan Djati (1935), Poestaka Hadi (1936), Poestaka Islam
(1940), Poestaka Ichsan (1941) Poestaka Imam (1954), dll. Dari buku-buku
karyanya tersebut tercermin komitmennya terhadap etika dan bahkan juga syarat
Islam.
Ki Bagus Hadiusumo
berani menentang perintah pimpinan tentara Dai Nippon yang terkenal ganas dan
kejam untuk memerintahkan ummat Islam dan Warga Muhammadiyah melakukan upacara
kebaktian tiap pagi sebagai penghormatan kepada Dewa Matahari. Ia menjadi Ketua
Pengurus Besar Muhammadiyah selama 11 tahun (1942-1953) dan wafat pada usia 64
tahun. Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Perintis
Kemerdekaan Nasional Indonesia.
6. BUYA A.R. SUTAN
MANSYUR
PERIODE 1953-1959
Ranah Minang pernah
melahirkan salah seorang tokoh besar Muhammadiyah, yaitu Ahmad Rasyid Sutan
Mansur. Ia lahir di Maninjau, Sumatera Barat pada Ahad malam senin 26 Jumadil
Akhir 1313 Hijriyah yang bertepatan dengan 15 Desember 1895. Ahmad Rasyid masuk
sekolah di Inlandshe School (IS) pada tahun 1902-1909, sedangkan pendidikan
agama semasa kecil langsung ditangani kedua orang tuanya, selanjutnya dia
menimba ilmu agama kepada Ulama besar seperti : Dr. Abu Hanifah, Dr. Abdul
Karim Amrullah, Haji Rasul (1910-1917), ia belajar tauhid Bahasa Arab, Ilmu
Kalam, Mantiq, Tarikh, Tasawuf, Al Qur’an, Tafsir dan Hadits.
Keinginannya belajar ke
Kairo batal karena dilarang Pemerintah Koonial Belanda, lalu ia ke Pekalongan
untuk berdagang dan jadi guru agama dan Muballigh. Di Kota Pekalongan inilah
berinteraksi dengan Bapak KH. Ahmad Dalan dan dengan suka cita masuk anggota
Muhammadiyah yang selanjutnya tahun 1923 ia menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah
Pekalongan. Tahun 1931 Sutan Mansur dikukuhkan sebagai konsul Muhammadiyah
(pimpinan wilayah) Sumatera Barat. Tahun 1938 saat Bung Karno diasingkan di
Bengkulu, Sutan Mansur diangkat sebagai Penasehat Agama Bung karno, Wakil
Presiden M. Hatta mengangkatnya menjadi Imam Tentara dengan pangkat Mayor
Jenderal Tituler. Permintaan Pemerintah agar supaya Sutan Mansur sebagai
Penasehat TNI AD berkantor di MBAD Jakarta dan permintaan Presiden Sukarno
untuk ke Jakarta sebagai Penasehat Presiden ditolak karena ia harus keliling
Sumatera untuk Tabligh. Dua periode Sutan Mansur menjabat Ketua PB.
Muhammadiyah (1953-1956) dan (1956-1959). Buya H.A. Achmad Rasyid Sutan Mansur
wafat senin tanggal 25 Maret 1985/3 Rajab 1405 di Jakarta pada usia 90 tahun,
Buya Hamka menyebutnya sebagai Ideolog Muhammadiyah dan M. Yunus Anis dalam
salah satu Kongres Muhammadiyah menyatakan bahwa di Muhammadiyah ada 2 bintang
: Bintang Timur adalah KH. Mas Mansur, Surabaya dan Bintang Barat adalah AR.
SUtan Mansur.
7. HM. YUNUS ANIS
PERIODE 1959 -1962
KH. Yunus Anis lahir di
Kauman Yogyakarta tanggal 3 Mei 1903 yang masih ada hubungan kerabatan dengan
Sultan Mataram. Sejak kecil dididik agama oleh kedua orang tua dan datuknya
sendiri. Pendidikan formalnya Sekolah Rakyat di Yogyakarta dilanjutkan ke
sekolah Al-Atas dan sekolah Al-Irsyad di Batavia (Jakarta) yang dibimbing oleh
Syekh Ahmad Syurkati kawan seperjuangan KH. Ahmad Dahlan. Tahun 1924 – 1926
menjabat Pengurus Cabang Muhammadiyah Batavia. Tahun 1934 – 1936 dan 1953 –
1958 menjabat Sekretaris Umum PP. Muhammadiyah. Karena kemampuannya dalam
bidang agama, TNI mengangkatnya sebagai Imam Tentara (Kepada Pusroh ADRI). Muktamar
Muhammadiyah ke 34 di Yogyakarta memilih KH. Yunus Anis sebagai Ketua PP. Muhammadiyah.
8. AHMAD BADAWI
PERIODE 1962 – 1968
Ahmad Badawi lahir di
Kauman Yogyakarta pada tanggal 5 Pebruari 1902, Ayahnya KH. Fakih adalah
keturunan dari Panembahan Senopati, sedangkan ibunya Nyai Siti Habibah adalah
adik kandung KH. Ahmad Dahlan. Pendidikan formalnya hanya di Madrasah
Muhammadiyah Yogyakarta, sedangkan pendidikan agama selain dari orang tuanya
sendiri banyak diperoleh di pondok-pondok yang antara lain :
· 1908 – 1913 di Lerab
Karang Anyar, Imu Nahwu Sharaf.
· 1913 – 1915 di Termas
Pacitan, pada KH. Dimyati.
· 1915 – 1920 di Busuk
Wangkul Pasuruan.
· 1920 – 1921 di
Pandean Semarang.
Di bidang Tabligh A.
Badawi sangat berprestasi sehingga pada tahun 1933 dipercaya menjadi ketua
Majlis Tabligh PP. Muhammadiyah. A. Badawi terpilih menjadi ketua PP.
Muhammadiyah pada Muktamar ke 35 di Jakarta untuk periode 1962 – 1965 dan
terpilih kembali pada Muktamar ke 36 untuk periode 1965 – 1968. Di era
kepemimpinan Badawi Muhammadiyah dan Partai Masyumi menjadi target PKI untuk
dihancurkan, tapi kepiawaian Badawi melobi dan pendekatan kepada Sorkarno
sehingga sejak 1963 Badawi diangkat menjadi Penasehat pribadi Presiden di
bidang Agama. Bahkan keberadaan Muhammadiyah sangat dibutuhkan Soekarno sebagai
Balance of Power Policy dari PNI, PKI dan NU yang dirasanya lebih dekat. Sisi
lain dari kemampuannya sebagai pemimpin. Badawi juga produktif menulis barbagi
buku /kitab, Badawi meninggal pada hari Jum’ah 25 April 1969 di RS PKU
Muhammadiyah yang masih berstatus anggota DPA.
9. KH. FAQIH USMAN
PERIODE 1968 – 1969
KH. Faqih Usman, lahir
di Gresik Jatim pada tanggal 2 Maret 1904. semasa kecil ayahnya selalu
mengajari Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Umum. Menginjak remaja ia belajar di
Pondok Gresik (1914-1918), selanjutnya ke Pondok–pondok di luar Kota Gresik (1918-1924).
Faqih Usman dikenal memiliki Entreupreneurship yang kuat, usaha bisnisnya cukup
berhasil; penyediaan alat-alat bangunan, galangan kapal, tenun dll. Faqih Usman
menjabat sebagai ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur periode 1932-1936.
Pada saat KH. Mas Mansur di pilih menjadi ketua PP. Muhammadiyah pada tahun
1936, KH. Faqih Usman menggantikannya menjadi Konsul Muhammadiyah Jawa Timur.
Faqih Usman juga banyak terlibat gerakan-gerakan Islam ataupun kemasyarakatan
yang antara lain :
· Tahun 1937 Majlis
Islam A’la Indonesia (MIAI).
· Tahun 1940-1942
Anggota Dewan Kota Surabaya.
· Tahun 1945 Anggota
Komite Nasional Pusat dan Ketua Komite Nasional Surabaya.
· Tahun 1959
menerbitkan majalah Panji Masyarakat bersama HAMKA dll.
Ikut aktif dalam mendirikan
partai MASYUMI pada tanggal 7 Nopember 1945 di Yogyakarta dan Tahun 1952
menjabat ketua II partai MASYUMI hingga MASYUMI bubar tahun 1968. Karena
kemampuan KH Faqih Usman jualah, pemerintah mempercayakannya untuk memimpin
Departemen Agama tahun 1950. Tahun 1951 diangkat menjadi Kepala Jawatan Agama
Pusat tanggal 3 April 1952 dipercaya kembali sebagai Menteri Agama pada masa
Kabinet Wilopo.
Kepribadian
Muhammadiyah adalah hasil rumusan KH. Faqih Usman pada periode kepengurusan KH
Ahmad Badawi yang diterima dan disyahkan dalam Muktamar ke 35 tahun 1962 di
Jakarta. KH. Faqih Usman terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah pada
Muktamar Muhammadiyah ke 37 tahun 1968 di Yogyakarta. Namun hanya beberapa hari
saja jabatan itu diembannya sebab pada tanggal 3 Oktober 1968 ia berpulang ke
Rahmatullah, selanjutnya pimpinan dipegang KH. AR Fachrudin.
10. KH. ABDUR ROZZAQ
FACHRUDDIN
PERIODE 1968 – 1990
KH. Abdur Rozzaq
Fachruddin yang terkenal dengan panggilan pak AR adalah pemegang rekor paling
lama memimpin Muhammadiyah yaitu selama 22 tahun (1968-1990). Ia lahir tanggal
14 Pebruari 1916 di Cilangkap, Purwaringan, Pakualaman Yogyakarta. Pendidikan
formalnya : Standaard School (SD) Yogyakarta, Madrasah Muallimin Muhammadiyah
Kulon Progo, menimba ilmu kepada para kyai diantaranya KH. Fachruddin ayahnya
sendiri, KH. Abdullah Rosad dan KH Abu Amar. Selanjutnya Madrasah Darul Ulum
Muhammadiyah Sewugalur dan sekolah Madrasah Tabligh School Muhammadiyah.
Selepas sekolah langsung mengemban tugas dakwah/guru dari Hoofdbestuur
Muhammadiyah ke berbagai daerah di Sumatera. Mendirikan sekolah Wustha
Muallimin Muhammadiyah setingkat SMP di Ogan Komiring. Sekolah yang sama
didirikan di Musi Hilir (1941). Se sungai Gerong Palembang, selanjutnya ia
kembali ke Yogyakarta.
Pak AR adalah ulama
besar yang berwajah sejuk dn bersahaja, banyak karya tulisnya yangtelah
dibukukan antara lain : Naskah Kesyukuran, Naskah Entheng, Serat Kaweruh, Islam
Kawedar, upaya mewujudkan Muhammadiyah sebagai gerakan amal, pemikiran dan
da’wah Islam, Syahadatain Kawedar, tanya jawab Entheng-enthengan dan Tuntunan
Sholat Basa Jawi, kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits, Khutbah Nikah dan
terjemahannya, Pilihlah Pimpinan Muhammadiyah yang tepat, Sarono
Entheng-enthengan Pancasila, Ruh Muhammadiyah dengan harapan supaya ada alih
generasi yang sehat. Pak AR wafat 17 Maret 1995 di rumah Sakit Islam Jakarta
pada usia 79 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar